Islam Sontoloyo

Diposting oleh Label: di


Peresensi @hdgumilang

“Janganlah kita kira diri kita sudah mukmin tetapi hendaklah kita insyaf, bahwa banyak di kalangan kita yang Islamnya masih sontoloyo!” –Soekarno, hal. 190.

Membaca judul buku ini, kemungkinan kita akan terjebak. Islam kok sontoloyo?

Sebenarnya Islam sontoloyo hanyalah salah satu petikan kata yang dicetuskan oleh bung Karno selama pengasingannya di Endeh. Dia diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda karena dinilai membawa pemikiran dan pengaruh yang berbahaya di kalangan pribumi.

Membaca buku ini, kita akan menyaksikan pergolakan pemikiran keislaman seorang Soekarno selama menjalani masa pengasingan. Di sana, bung Karno memang lebih memperhatikan urusan agama daripada sebelumnya (hal. 29). Melalui korespondensi, bung Karno juga melakukan dialog dengan A. Hassan, salah satu tokoh penting di organisasi Persatuan Islam pada masanya.

Soekarno menilai, kemunduran Islam –atau dalam bahasa yang dia gunakan, ‘kemesuman Islam- karena umat Islam banyak yang menjalankan hadis yang lemah dan palsu, dalam suratnya bertanggal 26 Maret 1935 Soekarno menuliskan sedikit kekecewaannya karena belum mendapatkan kiriman kitab Bukhari-Muslim berbahasa Indonesia atau minimal berbahasa Inggris, “Sayangnya belum ada Buchari dan Muslim yang bisa baca. Betulkan belum ada Buchari Inggeris? Saya pentingkan sekali mempelajari hadits, oleh karena menurut keyakinan saya yang sedalam-dalamnya, sebagai yang sudah saya tuliskan sedikit di dalam salah satu surat saya yang terdahulu, dunia Islam menjadi mundur oleh karena banyak orang jalankan hadits yang dhaif dan palsu. Karena hadits-hadits yang demikian itulah, maka agama Islam menjadi diliputi oleh kabut-kabut kekolotan, ketakhayulan, bid’ah-bid’ah, anti-rasionalisme, dan lain-lain. Padahal tak ada agama yang lebih rasional dan simplitis daripada Islam. Saya ada sangkaan keras bahwa rantai taqlid yang merantaikan roh dan semangat Islam dan yang merantaikan pintu-pintunya bab el ijtihad, antara lain, ialah hasilnya hadits-hadits yang dhaif dan palsu itu. Kekolotan dan kekonservatifan pun dari situ datangnya.” (hal. 12).

“Islam is progress, Islam itu kemajuan!” (hal. 20). Begitu Soekarno menulis di bagian yang lain.

Dari mana Soekarno belajar Islam? Dia mengaku mempelajari Islam dari banyak sumber, tidak satu sumber saja yang didatangi dan diambil pelajarannya. Dia belajar dari buku-buku Muhammadiyah, Persatuan Islam, dari India, Mesir, Inggris dan Jerman. Tafsir-tafsir berbahasa Belanda dan Inggris dilahapnya pula. Karangan-karangan orientalis (lawan Islam, begitu dia menulisnya) seperti Snouck Hugronje cs., tidak luput jadi bahan bacaannya. Termasuk buku- buku dari cendekiawan Barat tapi bersimpati kepada Islam juga dibacanya. Semua buku-buku itu diangkut ke Endeh. Termasuk buku-buku Ahmadiyah. Tetapi secara khusus Soekarno menegaskan bahwa dirinya bukan anggota Ahmadiyah dan tidak percaya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi.

Mengapa semua buku dari beragam kalangan itu dibaca oleh Soekarno? Karena dia mengaku memiliki kecenderungan yang rasional, dan modernis. Itulah alasan tersebesar mengapa dia mengambil posisi yang berseberangan dengan keortodoksan Islam.

Bagaimana caranya agar bisa memahami Islam? Soekarno berkata, “Islam adalah salah satu agama yang luas yang menuju kepada persatuan manusia. Agama Islam hanyalah bisa kita pelajari sedalam-dalamnya, kalau kita bisa membukakan semua pintu-pintu akal kita bagi semua pikiran-pikiran yang berhubungan kepadanya dan yang harus kita saring dengan saringan al Quran dan sunnah Nabi.” (hal. 31).

Pada buku ini, ada pula tulisan-tulisan Soekarno lainnya seperti persoalan tentang tabir, gagasan memudakan pengertian Islam, tentang sebab-sebab Turki memisahkan agama dari negara, metafora dalam judul masyarakat onta dan masyarakat kapal udara, serta bloedtransfusie (transfusi darah) dan kaum ulama.

Anatomi buku:
Judul: Islam Sontoloyo
Penulis: Soekarno
Editor: Mohammad Orsan
Penerbit: Sega Arasy
Tahun: 2017, cetakan ke-11
Sampul: softcover
Tebal: 200 hal
ISBN: 978-6028635-19-6
Sumber foto: koleksi pribadi

Posting Komentar

Back to Top